Giliran Aturan PPN Ditabrak Omnibus Law Cipta Kerja
Wednesday, 07 October 2020
JAKARTA. Undang-Undang Cipta Kerja merombak dan menabrak sejumlah ketentuan perpajakan, termasuk merevisi beberapa klausul dalam Undang-Undang Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
Pengkreditan Pajak
Berdasarkan draft UU Cipta Kerja, ada empat pasal dari UU PPN dan PPnBM yang mengalami perubahan. Pertama, Pasal 9 yang mengatur tentang pengkreditan pajak masukan atas perolehan barang atau jasa terhadap pajak keluaran yang timbul karena penyerahan barang atau jasa.
Sebelumnya, Pasal 9 ayat (2a) UU PPN & PPnBM menegaskan hanya pengusaha kena pajak yang belum berproduksi yang dapat mengkreditkan pajak masukannya. Namun, berdasarkan ketentuan pasal 112 UU Cipta Kerja, targetnya diubah menjadi pengusaha kena pajak yang belum menyerahkan barang atau jasa dalam rangka ekspor bisa mengkreditkan pajak masukan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan sesuai dengan Undang-Undang ini.
Pengkreditan pajak itu bisa dilakukan jika dalam waktu tiga tahun perusahaan melakukan penyerahan barang. Sebaliknya, jika tidak ada penyerahan barang/jasa maka pajak masukan tidak bisa dikreditkan. Jangka waktu tersebut bisa lebih lama lagi bagi sektor usaha tertentu.
Faktur Pajak Ritel
Selain itu, UU Cipta Kerja juga mengubah ketentuan mengenai faktur pajak yang sebelumnya diatur di Pasal 13 UU PPN dan PPnBM. Terutama mengenai identitas pembeli barang atau jasa yang harus dicantumkan dalam faktur pajak.
Sebelumnya, faktur pajak hanya wajib mencantumkan nama, alamat dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sementara dalam aturan terbaru, NPWP bisa diganti dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor paspor bagi subjek pajak luar negeri orang pribadi atau cukup nama dan alamat saja bagi subjek pajak luar negeri badan.
UU Cipta Kerja juga mengakomodir mekanisme pembuatan faktur pajak bagi pedagang eceran atau ritel, yang sebelumnya tidak diatur. Pedagang eceran dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan identitas pembeli, nama dan tandatangan pejual bila penjualan dilakukan kepada konsumen akhir.
Batu Bara Objek PPN
Perubahan lainnya dalam omnibus law adalah daftar jenis barang yang tidak dikenai PPN. Secara umum, ada empat jenis barang yang tidak dikenai PPN: (1) barang tambang yang diambil langsung dari sumbernya, (2) barang kebutuhan pokok, (3) makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, serta (4) uang, emas batangan dan surat berharga.
Terkait hal tersebut, UU Cipta Kerja secara spesifik mengeluarkan hasil pertambangan batu bara dari daftar jenis barang tambang yang dikecualikan dari PPN. Dengan demikian, batubara yang diambil langsung dari sumbernya mulai kini akan dikenai PPN. (ASP/AGS)
*Catatan:
Ketentuan ini mengacu pada draft Undang-Undang Cipta Kerja yang naskah resminya masih dalam tahap finalisasi di Badan Legislasi DPR. Semua kebijakan baru yang tertulis di atas masih mungkin berubah mengingat Mahkamah Konstitusi membuka ruang uji materi UU Cipta Kerja.
Draft Sementara Undang-Undang Cipta Kerja